Monday, 22 July 2013

Biodiesel sawit salah satu alternatif bahan bakar mesin diesel

Masalah energi alternatif saat ini sedang menjadi perbincangan yang ramai di masyarakat. Krisis bahan bakar minyak (BBM) saat ini telah menggugah masyarakat bahwa Indonesia sangat bergantung pada minyak bumi. Dilihat dari luas daratan serta tanahnya yang relatif subur, Indonesia memiliki potensi untuk mengembangkan bahan bakar dari tumbuhan atau biofuel. Energi alternatif biofuel yang dapat diperbarui dapat memperkuat ketersediaan bahan bakar. Selain itu biofuel juga ramah lingkungan sehingga bisa meningkatkan kualitas udara di beberapa kota besar di Indonesia.




Bahan bakar diesel, selain berasal dari petrokimia juga dapat disintesis dari ester asam lemak yang berasal dari minyak nabati. Bahan bakar dari minyak nabati (biodiesel) dikenal sebagai produk yang ramah lingkungan, tidak mencemari udara, mudah terbiodegradasi, dan berasal dari bahan baku yang dapat diperbaharui. Pada umumnya biodiesel disintesis dari ester asam lemak dengan rantai karbon antara C6-C22. Minyak sawit merupakan salah satu jenis minyak nabati yang mengandung asam lemak dengan rantai karbon C14-C20, sehingga mempunyai peluang untuk dikembangkan sebagai bahan baku biodiesel. Pembuatan biodiesel melalui proses transesterifikasi dua tahap, dilanjutkan dengan pencucian, pengeringan dan terakhir filtrasi, tetapi jika bahan baku dari CPO maka sebelumnya perlu dilakukan esterifikasi.






Transesterifikasi
Proses transesterifikasi meliputi dua tahap. Transesterifikasi I yaitu pencampuran antara kalium hidroksida (KOH) dan metanol (CH30H) dengan minyak sawit. Reaksi transesterifikasi I berlangsung sekitar 2 jam pada suhu 58-65°C. Bahan yang pertama kali dimasukkan ke dalam reaktor adalah asam lemak yang selanjutnya dipanaskan hingga suhu yang telah ditentukan. Reaktor transesterifikasi dilengkapi dengan pemanas dan pengaduk. Selama proses pemanasan, pengaduk dijalankan. Tepat pada suhu reactor 63°C, campuran metanol dan KOH dimasukkan ke dalam reactor dan waktu reaksi mulai dihitung pada saat itu. Pada akhir reaksi akan terbentuk metil ester dengan konversi sekitar 94%. Selanjutnya produk ini diendapkan selama waktu tertentu untuk memisahkan gliserol dan metil ester. Gliserol yang terbentuk berada di lapisan bawah karena berat jenisnya lebih besar daripada metil ester. Gliserol kemudian dikeluarkan dari reaktor agar tidak mengganggu proses transesterifikasi II. Selanjutnya dilakukan transesterifikasi II pada metil ester. Setelah proses transesterifikasi II selesai, dilakukan pengendapan selama waktu tertentu agar gliserol terpisah dari metil ester. Pengendapan II memerlukan waktu lebih pendek daripada pengendapan I karena gliserol yang terbentuk relatif sedikit dan akan larut melalui proses pencucian.

Pencucian
Pencucian hasil pengendapan pada transesterifikasi II bertujuan untuk menghilangkan senyawa yang tidak diperlukan seperti sisa gliserol dan metanol. Pencucian dilakukan pada suhu sekitar 55°C. Pencucian dilakukan tiga kali sampai pH campuran menjadi normal (pH 6,8-7,2).

Pengeringan
Pengeringan bertujuan untuk menghilangkan air yang tercampur dalam metil ester. Pengeringan dilakukan sekitar 10 menit pada suhu 130°C. Pengeringan dilakukan dengan cara memberikan panas pada produk dengan suhu sekitar 95°C secara sirkulasi. Ujung pipa sirkulasi ditempatkan di tengah permukaan cairan pada alat pengering.

Filtrasi
Tahap akhir dari proses pembuatan biodiesel adalah filtrasi. Filtrasi bertujuan untuk menghilangkan partikel-partikel pengotor biodiesel yang terbentuk selama proses berlangsung, seperti karat (kerak besi) yang berasal dari dinding reactor atau dinding pipa atau kotoran dari bahan baku. Filter yang dianjurkan berukuran sama atau lebih kecil dari 10 mikron.

0 comments:

Post a Comment